Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sungai ini memiliki nilai sejarah, ekonomi, dan sosial yang penting. Sungai ini berhulu di gunung Wayang, bermuara di ujung utara Karawang, dan berakhir di laut Jawa. Dahulu Sungai Citarum bisa dikatakan bersih, tetapi hal itu tidak bisa berlaku saat ini. Kondisi Sungai Citarum saat ini sangat memprihatinkan. Hal tersebut dikarenakan sudah lama telah terjadi invasi besar terhadap Sungai Citarum.
Invasi ke Sungai Citarum mulai digalakkan besar-besaran sejak era orde baru, era dimana pertumbuhan penduduk pesat, dan berbagai bidang kehidupan (ekonomi, sosial, politik, budaya, dll) juga mulai berkembang. Dalam invasi ke Citarum, terdapat empat jenis pasukan utama yang siap menerkam. Dengan saling bekerjasama, saat ini keempat jenis pasukan itu sudah benar-benar menguasai Sungai Citarum.
Pasukan jenis pertama berasal dari bidang pertanian. Pasukan ini memulai penyerangannya sejak berada di dekat hulu Citarum. Alasan kenapa penyerangan pasukan itu bisa terjadi karena diawali oleh penggundulan hutan yang membabi buta demi memperoleh lahan. Lahan itu biasanya digunakan untuk lahan tani bagi tumbuhan sayuran atau teh. Tata cara penanaman yang salah kaprah dan penggundulan hutan sekitar sungai menjadi penyebab utama rapuhnya tanah dan pada akhirnya banyak tanah yang terkikis aliran Citarum sehingga sungai tersebut yang awalnya jernih menjadi keruh kecoklatan tercampur banyak tanah. Itulah invasi pertama terhadap Sungai Citarum.
Pasukan jenis kedua bersumber dari bidang peternakan. Daerah awal penyerangan pasukan ini, bidang peternakannya memang sudah cukup berkembang. Alkisah ini berawal dari kotoran hewan ternak (sapi, kambing, domba, ayam) yang melimpah ruah. Bingung mau dibawa kemana, sebagian besar kotoran itu malah dibuang ke Sungai Citarum dan menjadi pasukan jenis kedua. Bersama dengan pasukan pertanian, mereka terus melanjutkan invasi dengan mengikuti aliran Citarum.
Pasukan jenis ketiga memulai penyerangan besarnya sejak berada di DAS (Daerah Aliran Sungai) yang banyak terdapat pemukiman padat penduduk. Pasukan jenis ini adalah limbah Rumah Tangga (RT). Hal ini dimulai karena sudah tidak adanya lagi tempat akhir pembuangan sampah yang mampu menampung limbah RT, RT yang tidak rela atau tidak mampu membayar iuran pembuangan sampah, masih banyak RT sekitar DAS Citarum yang tidak memiliki WC, dan mungkin masih banyak lagi. Karena hal-hal tersebut, banyak RT yang membuang limbahnya ke Sungai Citarum. Dengan datangnya bala bantuan pasukan limbah RT, invasi Sungai Citarum berlangsung semakin mantap saja.
Pasukan jenis keempat bisa dikatakan merupakan pasukan terkuat di antara jenis pasukan lainnya, karena pasukan ini memiliki keunggulan senjata berupa zat-zat kimia yang sangat berbahaya. Pasukan jenis ini berasal dari pabrik-pabrik industri. Daerah operasi pasukan ini dimulai dari DAS Citarum yang berupa kawasan Industri, seperti di Bandung dan Karawang. Sekitar 500 pabrik industri berdiri di tepi Sungai Citarum dan sebagian besar pabrik itu membuang limbahnya ke sungai tersebut tanpa diolah dulu. Hal tersebut sudah menunjukkan bagaimana kesewenangan pihak industri. Hanya demi memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, mereka tega melakukan hal itu. Dengan masuknya pasukan limbah industri ke medan perang, menyebabkan invasi Sungai Citarum sudah benar-benar mencapai klimaksnya.
Invasi Sungai Citarum sampai saat ini masih terus berlangsung dan entah kapan itu akan berakhir. Bagian sungai yang sudah lumpuh, mulai diduduki pasukan-pasukan tersebut dengan cara pengendapan dan sedimentasi. Hal itulah yang menyebabkan Citarum mengalami pendangkalan dan penyempitan.
Kerugian
Akibat invasi tersebut, kerugian yang dialami Sungai Citarum sudah sangat besar. Intinya, kebebasan Citarum sedang dikekang. Sungai Citarum saat ini tidak bisa bebas mengalirkan airnya karena dibebani oleh tumpukan limbah. Citarum sekarang juga tidak bisa memberikan tempat tinggal yang sehat bagi tanaman dan hewan. Saat ini banyak tanaman dan hewan khas Citarum yang sudah mulai langka bahkan punah. Selain itu, Sungai Citarum dengan terpaksa hanya mampu menyediakan air tercemar bagi berbagai keperluan rumah tangga, contohnya banyak digunakan untuk air minum, mencuci, dll. Hal tersebut menyebabkan banyak jenis penyakit yang diderita warga sekitar Sungai Citarum. Air Citarum kualitas D juga menyebabkan potensi pertanian Jawa Barat tidak bisa dikembangkan secara maksimal. Banyak padi yang gagal panen akibat pencemaran air Citarum. Mengingat bahwa Jawa Barat merupakan salah satu lumbung padi Indonesia, maka masalah tersebut bisa saja mengganggu ketersediaan pangan secara nasional. Potensi perikanan juga terhambat. Sudah banyak usaha ikan keramba dan tambak yang terpaksa ditutup karena bila dilanjutkan akan cenderung rugi. Tiga PLTA yang menggunakan air Sungai Citarum juga sudah banyak mengalami kerugian. Menurunnya produksi listrik disertai meningkatnya biaya perawatan alat-alat PLTA yang makin mudah berkorosi akibat air sungai adalah dua contoh dari banyak kerugian yang telah dialami PLTA. Hal tersebut bisa saja mengancam ketersediaan listrik di pulau Jawa dan Bali. Sering terjadinya banjir pun akibat Sungai Citarum tidak mampu lagi menampung derasnya air akibat pendangkalan dan penyempitan sungai.
Melihat sudah banyak sekali kerugian yang didapat, janganlah berpikir bahwa saat ini Sungai Citarum sedang marah besar, tetapi menurut penulis hal itu adalah pertanda bahwa saat ini Citarum sedang menderita dan benarr-benar mengharapkan pertolongan dari kita.
Usaha Menghentikan Invasi Sungai Citarum
Usaha melawan invasi Citarum yang dilakukan selama ini bisa kita bandingkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 – 1949. Hal ini bertujuan untuk mendapat teladan dari para pejuang kemerdekaan untuk diterapkan dalam usaha melawan invasi Citarum. Sebelumnya akan penulis ceritakan secara singkat kisah perjuangan bangsa Indonesia saat itu.
Setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, Sekutu mulai datang untuk mengembalikan kekuasaan Belanda di tanah air, atau dengan kata lain ingin mengusik kebebasan yang telah didapat Indonesia. Melihat hal tersebut, bangsa Indonesia dengan cepat tanggap merespon. Rakyat Indonesia di berbagai daerah banyak melakukan perlawanan dengan cara adu militer. Walau logikanya mereka sulit menang dalam pertempuran tersebut, rakyat Indonesia tetap maju pantang mundur. Perjuangan bentuk lainnya adalah melalui cara diplomasi. Dengan langkah sigap, tepat, dan cepat dalam perjuangan diplomasi, bangsa Indonesia akhirnya mampu mempertahankan kemerdekaan walaupun banyak terjadi banyak kekalahan dalam perjuangan lewat adu militer.
Sementara itu Sungai Citarum yang kebebasannya mulai terganggu oleh invasi pasukan limbah, juga menimbulkan perlawanan dari berbagai pihak. Perlawanan pertama masih dilakukan oleh warga yang bermukim di DAS Citarum, umumnya dilakukan dengan cara terjun langsung ke sungai untuk menahan serangan pasukan limbah dengan menyingkirkan pasukan-pasukan limbah tersebut dari aliran sungai. Perlawanan jenis itu bisa diibaratkan seperti adu militer antara rakyat Indonesia dengan Sekutu. Tetapi sayang perlawanan invasi Citarum tidak setanggap dan sekompak perlawanan terhadap Sekutu. Saat invasi Sungai Citarum baru dimulai, hanya sedikit warga yang bertindak. Saat invasi sudah intensif dan makin besar, orang-orang malah minder atau merasa tidak mampu melawan. Perlawanan warga terhadap invasi Sungai Citarum terlihat serius hanya di beberapa bagian DAS saja. Sering penulis membaca komentar di internet yang menyiratkan bahwa mustahil Sungai Citarum bisa bersih seperti dulu. Hal tersebut berbeda sekali dengan perlawanan terhadap Sekutu. Rakyat Indonesia tetap berani adu militer dengan Sekutu walaupun Sekutu dengan persenjataan canggihnya terasa mustahil dikalahkan. Egoisme dan apatisme mungkin menjadi penyebab utama masalah tersebut.
Perlawanan lewat cara diplomasi yang digunakan pemimpin Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan juga dipakai untuk menghentikan invasi Sungai Citarum. Cara diplomasi tersebut lebih ditekankan untuk mengatasi akar dari masalah. Pemerintah Indonesia dulu banyak berunding dengan para pemimpin Belanda (aktor utama penyebab invasi) dan meminta dukungan diplomatis dari banyak negara, dan hasilnya pemerintah Belanda mau menghentikan invasinya dan mau mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia.
Diplomasi dalam mengatasi invasi Sungai Citarum sudah dilakukan. Sasaran diplomasi adalah para “sumber” pasukan limbah. Sumber pasukan limbah Citarum adalah oknum-oknum yang berada di bidang pertanian, peternakan, rumah tangga, dan industri yang tinggal di DAS Citarum. Oknum-oknum tersebut ada yang sadar dan tidak sadar bahwa mereka adalah penyebab rusaknya Sungai Citarum. Berdasarkan hal tersebut, cara diplomasi terhadap orang yang sadar pasti berbeda dengan orang yang tidak sadar. Diplomasi pada orang yang sadar harus lebih fokus untuk mengetahui mengapa mereka mencemari Sungai Citarum, lalu diberikanlah solusi terhadap masalah tersebut. Contohnya banyak anggota rumah tangga yang buang air besar di sungai, solusi yang dapat diberikan adalah pembuatan WC gratis bagi rumah tangga tersebut. Diplomasi kepada orang yang tergolong tidak sadar, dimulai dengan penyadaran bahwa apa yang mereka lakukan itu mencemari Sungai Citarum. Lalu semua orang tersebut (baik sadar atau tidak) juga harus diajak bersama-sama untuk berpartisipasi dalam perjuangan penyelamatan Sungai Citarum dengan cara lebih cerdas, misalnya penanaman pohon disekitar aliran Citarum yang membuat tanah tidak mudah terkikis air, dan cara-cara lain yang lebih modern.
Seperti itulah gambaran umum usaha diplomasi yang sudah dilakukan selama ini. Akan tetapi usaha itu masihlah bergerak-gerak sendiri dan kurang ada jalinan kerjasama yang kuat. Misalnya hal tersebut hanya dilakukan saja di tingkat Kabupaten. Belum ada proyek besar yang melibatkan dan mengkoordinir seluruh pihak yang berkaitan dengan usaha perbaikan Sungai Citarum.
Ada kabar gembira, perjuangan untuk menghentikan invasi Sungai Citarum sampai akar-akarnya yang mengkoordinir hampir seluruh pihak, akhir-akhir ini mulai direncanakan. Pada tahun 2011, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) mengeluarkan enam paket kebijakan dalam rangka pengelolaan dan perbaikan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Tetapi anehnya, kenapa perencanaan usaha tersebut baru dilakukan setelah Sungai Citarum mendapat “penghargaan” sebagai salah satu dari 10 sungai terburuk di dunia. Ketanggapan pemerintah memang masihlah kurang.
Kembali ke rencana KLH, hal tersebut akan dilakukan selama 15 tahun kedepan dan diharapkan setelah itu Sungai Citarum bisa kembali pulih. Dalam melakukan proyek besar itu, semua elemen yang terkait sebaiknya mempunyai modal berupa kesiapan dan keikhlasan hati. Hal tersebut merupakan salah satu prasyarat agar proyek itu bisa berjalan dengan maksimal. Ingat bahwa dana untuk proyek tersebut berasal dari pinjaman ADB sebesar 35 triliun rupiah. Janganlah sampai uang tersebut terbuang percuma. Teladanilah bagaimana perjuangan bangsa Indonesia tempo dulu dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, mereka melakukan itu dengan segenap hati dan tanpa pamrih. Ayolah ini demi anak cucu kita, nothing impossible.
CITARUM (CINTAILAH ALAM RUMAHMU)
0 komentar:
Posting Komentar