Dalam sudut pandang : Peranan Internet
Orde baru merupakan era dimana dunia jurnalisme Indonesia mengalami masa kegelapan. Pada saat itu, jurnalisme terlalu dikekang pemerintah. Banyak media massa yang dibrendel karena berita yang disampaikan mengkritik keras pemerintah. Misal, penutupan media Tempo, Detik, dan Editor pada 21 Juni 1994. Media massa yang tetap eksis hanyalah yang mau menjadi alat pelanggeng kekuasaan pemerintah. Dengan kondisi itu, banyak terjadi perlawanan, yang didasari pada keinginan untuk memperoleh kebebasan jurnalisme. Kebebasan yang diinginkan adalah kebebasan jurnalisme dengan batas-batas kode etik yang sejati, bukan kode etik berlebihan versi rezim orde baru. Keinginan pada hal itulah yang dalam tulisan ini disebut visi jurnalisme Indonesia. Tetapi usaha itu banyak mengalami kegagalan karena aktifis-aktifisnya dijebloskan dalam penjara.
Pada tahun 1998, terjadi demonstrasi besar-besaran di hampir seluruh wilayah Indonesia untuk menuntut reformasi. Salah satu reformasi yang dituntut adalah pada bidang Jurnalisme. Peristiwa itu dalam dunia Jurnalisme Indonesia, bisa dikatakan sebagai puncak perjuangan untuk meraih lagi kebebasan jurnalisme dari rezim orde baru. Tahukah bahwa terdapat peran besar internet sehingga pecah peristiwa itu? Peranan itu ada karena kemampuan internet sebagai alat komunikasi dan penyebaran informasi yang sangat efektif. Para reformis telah menggunakan senjata ampuh ini untuk menyebarkan gagasan, dugaan, dan bukti penyelewengan pemerintah dalam berbagai bidang (salah satunya jurnalisme) pada masyarakat luas. E-mail, newsgroup, dan chat merupakan layanan internet yang jadi primadona untuk saling tukar-menukar informasi. Di negara luas dan terdiri dari ribuan pulau seperti Indonesia, dimana biaya percakapan lewat telepon pada masa itu masih relatif mahal, penggunaan layanan internet itu sanggup membantu komunikasi dengan cepat dan murah.
Memasuki era reformasi, Jurnalisme Indonesia sepertinya sudah memperoleh kebebasan. Kebebasan itu tercermin pada terbitnya UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers dan dibubarkannya malaikat pencabut nyawa media yaitu Departemen Penerangan. Hal itu menyebabkan perkembangan jurnalisme Indonesia berjalan. Banyak bermunculan media massa baru pada masa itu. Tidak ada lagi pengekangan media massa. Media yang dulu pernah dibrendel boleh dibuka kembali, dan banyak aktifis jurnalisme yang dibebaskan dari penjara.
Pada era reformasi, para jurnalis semakin digampangkan dalam melakukan pekerjaannya dan masyarakat juga mudah dalam mengkonsumsi informasi/berita. Dua kejadian itulah yang menjadi indikasi utama bahwa ada kebebasan jurnalisme di Indonesia. Internet memiliki peran besar pada terterapkannya dua hal itu. Internet punya kemampuan untuk membantu mengefisienkan dan mempercepat pekerjaan jurnalis. Internet dapat lebih mempermudah jurnalis untuk memperoleh bahan untuk menyusun beritanya. Apabila ingin mewawancarai seseorang yang berada jauh, tanpa harus repot-repot menemui langsung, jurnalis bisa melakukan itu dengan memanfaatkan layanan internet. Pencarian bahan berita berupa tulisan, gambar, dan video dapat pula dicari dengan mudah bila memakai internet. Internet pun juga membantu sekali jurnalis dalam mempublikasi beritanya ke masyarakat luas. Selain itu, internet juga berperan untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh berita. Hal itu tidak lepas dari makin memasyarakatnya penggunaan internet. Sudah banyak masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi internet. Bila berita ditampilkan lewat internet, pastilah membuat berita itu makin mudah diakses oleh masyarakat luas.
Setelah menyimak perkembangan itu, sepertinya visi jurnalisme Indonesia sudah tercapai. Tapi ternyata belum, ada bentuk intervensi baru terhadap para jurnalis Indonesia. Terdapat beberapa media massa yang dalam pemberitaannya masih dipengaruhi oleh pemilik-pemilik saham besar di media itu. Lebih-lebih bila pemilik saham itu orang pemerintah. Walaupun pemilik saham itu tidak melakukan intervensi langsung, pasti ada kecenderungan media itu untuk tidak mengupas berita (negatif) pemilik sahamnya. Saat ini pun juga lagi hangat tentang adanya manajemen isu dalam jurnalisme oleh oknum-oknum berkepentingan. Untuk mengimbangi hal itu, muncul citizen journalism (jurnalisme warga) di Indonesia. Citizen journalism merupakan jurnalisme yang dibuat dari, oleh, dan untuk masyarakat. Berita dalam citizen journalism lebih cenderung independen dari berbagai kepentingan.
Internet berperan besar dalam langgengnya citizen journalism di Indonesia. Citizen journalism di Indonesia kebanyakan ditampilkan dalam bentuk web daripada cetak. Tanpa internet, citizen journalism mungkin akan sulit eksis dan bertahan. Internetlah yang menyebabkan ranah jurnalistik semakin terbuka bagi masyarakat. Internet juga yang mengakibatkan biaya operasional citizen journalism bisa diminimalisir. Internet pun mempermudah masyarakat dalam mencari bahan berita berupa tulisan, gambar, dan video, maupun dalam hal publikasi berita.
Itulah perjalanan perkembangan jurnalisme Indonesia yang banyak dibantu internet untuk menuju visinya. Sampai saat ini, perjuangan itu masih terus berlangsung. Hal itu karena masih banyak kelemahan yang belum terselesaikan. Misal, masih seringnya dilanggar kode etik jurnalistik oleh para jurnalis, kekurangpahaman para jurnalis warga terhadap kode etik jurnalisme sehingga menyebabkan banyak citizen journalism (terutama yang ada di blog tanpa pengawasan) menghasilkan berita yang keblabasan dan tidak obyektif lagi, dan masih adanya kekerasan yang terjadi pada para jurnalis. Hal-hal itu pun masih belum termasuk tantangan-tantangan baru bagi kebebasan jurnalisme di masa depan.
Terlihat beberapa permasalahan itu juga disebabkan oleh makin majunya internet. Internet pun dapat mempermudah timbul berita yang terlalu keblabasan dan melanggar kode etik. Tetapi tentunya internet pun juga siap untuk membantu pecahkan masalah-masalah itu.
0 komentar:
Posting Komentar